DINAMIKA POLITIK DI INDONESIA
Pembahasan dinamika politik di Indonesia di bagi menjadi 4 periode :
1. Periode Demokrasi Liberal (Th. 1945-1959)
Dalam periode ini dibahas berlakunya Konstitusi yaitu UUD 1945, KRIS 1949 dan UUDS 1950
a. Masa berlakunya Uud 1945, Periode I (tanggal 18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
Dalam masa pemerintahan ini sistem kabinetnya presidensiil (sesuai
dengan pasal 17 UUD 1945). Sistem kabinet presidensiil tidak berlangsung
lama, karena adanya maklumat pemerintah 14 November 1945 yang isinya
agar presiden bertanggung jawab kepada KNIP (yang berfungsi sebagai
badan legislatif) dengan demikian sistem kabinetnya parlementer.
Penerapan sistem kabinet parlementer di masa ini ternyata mengakibatkan
stabilitas nasional tidak mantap. Hal ini dilihat dari silih bergantinya
kabinet pada masa itu.
1. Kabinet presidensiil yang dipimpin oleh Soekarno-Hatta
2. Kabinet Syahrir I
3. Kabinet Syahrir II
4. Kabinet Syahrir III
5. Kabinet Amir Syarifudin I
6. Kabinet Amir Syarifudin II
7. Kabinet Hatta I
8. Kabinet Darurut (pimpinan kabinet mr. Safrudin Prawiranagara)
9. Kabinet Hatta II
Masa berlakunya kabinet rata-rata 6 bulan
Berdasarkan maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945 partai politik
mulai tumbuh, tetapi pada saat itu partai-partai lebih mementingkan
parpolnya dari pada kepentingan rakyat, yang berakibat kabinet sering
mendapat mosi tidak percaya dari parlemen, sehingga kabinet jatuh bangun
mengakibatkan stabilitas negara tidak stabil.
b. Dinamika Politik Indonesia Masa KRIS tanggal 27 Desember-17 Agustus 1950
Bentuk negara serikat, sistem kabinetnya parlementer. Dalam
pemerintahannya meletakkan hubungan pusat dan daerah seperti hubungan
pemerintah pusat dengan negara bagian. Dalam sistem ini parlemennya
terdiri 2 badan (bikameral) yaitu: senat (mewakili negara bagian) dan
DPR. Pada masa KRIS negara Indonesia dibagi 16 bagian, yang pada
akhirnya negara-negara bagian tersebut saling menggabungkan diri
sehingga menjadi 3 negara bagian yaitu :
1. Negara Republik Indonesia
2. Negara Indonesia Timur
3. Negara Sumatera Timur
Dari ketiga negara bagian inipun akhirnya saling menggabungkan diri menjadi negara kesatuan.
c. Dinamika Politik Indonesia Pada Masa UUDS Th. 1950 (tanggal 17 Agustus 1950-5 Juli 1950)
Bentuk negara kesatuan
Sistem kabinet parlementer
Berdasarkan maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945, maka timbullah
partai-partai politik yang jumlahnya sangat banyak, yakni 28 partai.
Pemilu th. 1955 diadakan 2 kali yaitu :
1. Pemilu I, tanggal 19 September 1955 untuk memilih anggota parlementer (DPR)
2. Pemilu II, tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante.
Badan Konstituante bertugas membentuk Uud yang baru.
Dalam menjalankan tugas badan konstituante tidak pernah membuahkan
hasil, padahal kondisi negara dalam keadaan yang memprihatinkan. Melihat
kondisi ini presiden Soekarno punya usul kembali ke UUD 1945. Usul ini
mendapat dua tanggapan kelompok I mau kembali ke Uud 1945, tetapi
Pancasilanya seperti dalam piagamJakarta, yang sila I : Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Kelompok
II, setuju kembali ke Uud 1945 sepenuhnya. Akhirnya diadakan pemungutan
suara, dengan kuorum rapat 2/3 dari anggota hadir yang memenuhi kuorum.
Putusan ini tidak pernah tercapai dan pada akhirnya kuorum rapatpun
tidak tercapai. Bahkan sebagian anggota menyatakan tidak akan datang
dalam sidang yang akan datang. Berdasarkan keadaan darurat luar biasa
ini demi persatuan, kesatuan dan stabilitas nasional presiden Soekarno
mengeluarkan “Dekrit Presiden 5Juli 1959” yang isinya:
1. Pembubaran Badan Konstituante
2. Berlaku kembali Uud 1945 dan tidak memberlakukan UUDS
3. Pembentukan MPR dan DPAS
Kegagalan badan konstituante disebabkan parpol-parpol lebih mementingkan
kepentingan parpolnya dari pada kepentingan bangsa dan negara.
Partai-partai melalui parlemen seringkali menjatuhkan mosi tidak percaya
kepada kabinet, sehingga kabinetnya jatuh bangun. Walaupun sudah
diadakan pemilu, namun segala bidang kehidupan terjadi instabilitas.
Dengan keluarnya dekrit presiden 1959 ini telah mengakhiri sistem
politik liberal yang kemudian diganti dengan sistem demokrasi terpimpin
dam berlakunya kembali UUD 1945.
2. Dinamika Politik Indonesia Pada Masa Orde Lama atau Periode Demokrasi Terpimpin (5 Juli 1959 – 11 Maret 1966) dengan UUD 1945
Bentuk negara Kesatuan
Sistem pemerintahan Kabinet Presidensiil
Pada masa pemerintahan orde lama banyak terjadi penyimpangan terhadap
alat pemersatu, jika bangsa Indonesia sudah bersatu maka Pancasila tidak
berfungsi lagi, yang menurut PKI akan digantikan dengan faham
komunisme.
Pancasila tidak diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, lembaga negara
tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Asas demokrasi menurut UUD 1945
yang seharusnya berdasarkan musyawarah mufakat diganti dengan demokrasi
terpimpin yang berakibat terjadinya kultus individu. Pilar-pilar
demokrasi dan kehidupan kepartaian serta legislatif menjadi lemah
sedangkan keluasan eksekutif (presiden) menjadi sangat kuat sebagai
contoh :
- DPR hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan presiden karena tidak
menyetujui RAPBN yang diajukan presiden dan sebagai gantinya presiden
mengangkat DPR GR
- MPRS dan DPR GR yang seluruh anggotanya diangkat oleh presiden yang
seharusnya berada diatas presiden tetapi selalu tunduk kepada presiden
- MPR mengangkat Soekarno menjadi presiden seumur hidup, yang dikukuhkan dalam Tap MPRS No. III/MPRS/66
Puncak penyimpangan adalah terjadi G 30 S/PKI. Setelah G 30 S/PKI
tewrjadi krisis politik, yaitu terjadinya instabilitas nasional juga
adanya demonstrasi mahasiswa yang menuntut TRI TURA yaitu :
1. Bubarkan PKI
2. Bersihkan kabinet Dwikora dari PKI
3. Turunkan harga
Yang pada akhirnya turunlah SUPER SEMAR pada tanggal 11 Maret 1966.
3. Dinamika Politik Indonesia Pada Masa Orde Baru (11 Maret 1966 – 21 Mei 1998) dengan UUD 1945
Pemerintahan orde baru adalah pemerintahan yang menegakkan negara
Kesatuan RI berdasrkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Orde Baru lahir sejak dikeluarkan SUPER SEMAR, dari presiden
Soekarno kepada Letjen. Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap
perlu demi keamanan, keselamatan rakyat, bangsa dan negara Kesatuan RI.
Dalam bidang ketatanegaraan banyak ditempuh upaya-upaya
konstitusional. Penyelenggaraan Pemilu selama orde baru telah
berlangsung sebanyak 6 kali sebagai berikut :
a. Pemilu I
- Berdasarkan UU No. 15/1969
- Dilaksanakan pada tanggal 3 Juli 1971
- Diikuti oleh 10 OPP (Organisasi Peserta Politik)
1. Partai Katolik
2. PSII
3. NU
4. Pramusi
5. Golkar
6. Parkindo
7. Murba
8. PNI
9. Perti
10. PKI
- Jumlah anggota DPR = 460 (360 dipilih lewat pemilu, 25 diangakat presiden, dan 75 diangkat ABRI)
- Anggota MPR 920 terdiri dari anggota DPR ditambah utusan daerah dan golongan
Presiden mempunyai hak mengangkat anggota DPR, ABRI tidak memilih tetapi diberi wakil di DPR
b. Pada pemilu ke 2 ini terjadi peleburan parpol yang seidologi :
- PPP berdiri pada tanggal 5 Januari 1973, yang merupakan fusi dari NU, Parmusi, Perti dan PSII
- PDI berdiri pada tanggal 10 Januari 1973, yang merupakan fusi dari PNI, IPKI, Murba, Partai Katolik dan Parkindo
- Golkar berdiri pada tanggal 20 Oktober 1964, yang merupakan golongan
fungsional yang terdiri dari buruh, pegawai, tani, pengusaha nasional,
alim ulama, Angkatan 45 dan angkatan 1966
Penyederhanaan OPP dari 9 parpol menjadi 2 parpol dan 1 Golkar
dituangkan dalam UU No. 3/1975 dan harus berasaskan Pancasila (Asaa
tunggal)
Sejak pemilu tahun 1973 sampai prmilu tahun 1997 diikuti 3 OPP yaitu : PPP, PDI dan Golkar
Selama pemilu orde baru, Golkar selalu memperoleh suara mayoritas (menang mutlak)
Dalam pemilu 1971 Golkar 63,8%
Pemilu 1977 Golkar meraih 62,1%
Pemilu 1982 Golkar meraih 64,3%
Pemilu 1987 Golkar meraih 73,2%
Pemilu 1992 Golkar meraih 68,1%
Pemilu 1997 Golkar meraih 70,2%
(Data ini dari lembaga pemilu)
Denagn kemenangan Golkar ini presiden Soeharto kedudukannya menjadi
kuat. Untuk mempertahankan posisinya presiden Soehartao membangun
kekuasaannya dengan 3 pilar utama yaitu : ABRI, Golkar dan birokrasi.
Presiden Soeharto membatasi hak-hak politik rakyat dengan alasan
stabilitas keamanan.
Kontra DPR nyaris tak pernah ada sedangkan posisi yang kuat adalah
eksekutif. Kebebasan pers selalu dibayang-bayangi oleh pencabutan SIUP.
Pada masa pemerintahan presiden Soeharto banyak terjadi KKN (Korupsi
Kolusi dan Nepotisme).
Pemerintah Orde Baru berhasil melaksanakan pembangunan ekonomi. Hal ini
ditandai dengan meningkatnya pendapatan perkapita dan pembangunan
sarana dan prasarana fisik, dengan meningkatnya pendapatan perkapita dan
pembangunan sarana prasarana fisik, yang dapat dinikmati oleh seluruh
rakyat Indonesia. Namun pembangunan di bidang mental dan budaya-budaya
terjadi kemerosotan. Sehingga terjadi KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme)
yang semakin meluas dan akhirnya terjadi krisis kepercayaan. Dalam
bidang politik, krisis kepercayaan ini dibuktikan oleh maraknay unjuk
rasa yang dilakukan oleh mahasiswa, dosen, pelajar, LSM dan politisi
yang menuntut presiden Soeharto mundur dan menyuarakan “Reformasi”.
Karena presiden Soeharto sudah tidak mendapat dukungan rakyat akhirnya
pada tanggal 21 Mei 1998, presiden Soeharto mengundurkan diri dan yang
menggantikannya adalah wakil presiden B.J Habibie.
4. Periode Reformasi (21 Mei 1998 sampai sekarang)
Dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto
mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ
Habibie.
Latar belakang
Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan
semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap
pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya
demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa
di berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12
Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya.
Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah
tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya
memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya
• 19 Mei
Soeharto berbicara di TV, menyatakan dia tidak akan turun dari
jabatannya, tetapi menjanjikan pemilu baru akan dilaksanakan secepatnya.
Beberapa tokoh Muslim, termasuk Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid, bertemu dengan Soeharto.
Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.
• 20 Mei
Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas.
500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan
Hamengkubuwono X. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta,
Medan, Bandung.
Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru
Sebelas menteri kabinet mengundurkan diri, termasuk Ginandjar
Kartasasmita, milyuner kayu Bob Hasan, dan Gubernur Bank Indonesia
Syahril Sabirin.
Pernyataan pengunduran diri
• 21 Mei
Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB
Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.
Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantan-mantan presiden.
Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra,
salah satu yang pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan
adalah sah dan konstitusional.
• 22 Mei
Habibie mengumumkan susunan “Kabinet Reformasi”.
Letjen Prabowo Subiyanto dicopot dari jabatan Panglima Kostrad.
Di Gedung DPR/MPR, bentrokan hampir terjadi antara pendukung Habibie
yang memakai simbol-simbol dan atribut keagamaan dengan mahasiswa yang
masih bertahan di Gedung DPR/MPR. Mahasiswa menganggap bahwa Habibie
masih tetap bagian dari Rezim Orde Baru. Tentara mengevakuasi mahasiswa
dari Gedung DPR/MPR ke Universitas Atma Jaya
Habibie
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan
Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan
ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media
massa dan kebebasan berekspresi.
Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya
untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir
dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999.
Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga
hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah
satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.
Abdurrahman Wahid
Pada pemilu yang diselenggarakan pada 1999 (lihat: Pemilu 1999), partai
PDI-P pimpinan Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara terbanyak
(sekitar 35%). Tetapi karena jabatan presiden masih dipilih oleh MPR
saat itu, Megawati tidak secara langsung menjadi presiden. Abdurrahman
Wahid, pemimpin PKB, partai dengan suara terbanyak kedua saat itu,
terpilih kemudian sebagai presiden Indonesia ke-4. Megawati sendiri
dipilih Gus Dur sebagai wakil presiden.
Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan
separatisme yang makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu,
banyak kebijakan Abdurrahman Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR.
Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan
meminta Gus Dur untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi. Di bawah
tekanan yang besar, Abdurrahman Wahid lalu mengumumkan pemindahan
kekuasaan kepada wakil presiden Megawati Soekarnoputri.
Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi Presiden Indonesia ke-5.
Sebelum SI, Gus Dur mengeluarkan dekrit pada tanggal 23 Juli 2001 jam 01:10 WIB.
Isi Dekrit :
1. Membekukan DPR dan MPR
2. Membekukan Partai Golkar (sambil menunggu keputusan MA)
3. Mengagendakan pemilu dalam 1 tahun mendatang
4. Pembentukan badan nasional untuk mengagendakan refomasi
Dekrit Gus Dur oleh MA dinyatakan tidak sah. Dalam SI 23 Juli 2001
presiden Gus Dur tidak hadir dan mendapat mosi tidak percaya dari MPR
dan mandatnya dicabut. SI jugamengangkat Megawati sebagai presiden dari
23 Juli 2001 – 2004 sebagai wapresnya terpilih Hamzah Haz.
Megawati
Megawati dilantik di tengah harapan akan membawa perubahan kepada
Indonesia karena merupakan putri presiden pertama Indonesia, Soekarno.
Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata
tukar rupiah yang lebih stabil, namun Indonesia pada masa
pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam
bidang-bidang lain.
Popularitas Megawati yang awalnya tinggi di mata masyarakat Indonesia,
menurun seiring dengan waktu. Hal ini ditambah dengan sikapnya yang
jarang berkomunikasi dengan masyarakat sehingga mungkin membuatnya
dianggap sebagai pemimpin yang ‘dingin’.
Megawati menyatakan pemerintahannya berhasil dalam memulihkan ekonomi
Indonesia, dan pada 2004, maju ke Pemilu 2004 dengan harapan untuk
mempertahankan kekuasaannya sebagai presiden.
Susilo Bambang Yudhoyono
Pada tahun 2004, Indonesia menyelenggarakan pemilu presiden secara
langsung pertamanya. Ujian berat dihadapi Megawati untuk membuktikan
bahwa dirinya masih bisa diterima mayoritas penduduk Indonesia. Dalam
kampanye, seorang calon dari partai baru bernama Partai Demokrat, Susilo
Bambang Yudhoyono, muncul sebagai saingan yang hebat baginya.
Partai Demokrat yang sebelumnya kurang dikenal, menarik perhatian
masyarakat dengan pimpinannya, Yudhoyono, yang karismatik dan
menjanjikan perubahan kepada Indonesia. Karisma Yudhoyono berhasil
menarik hati mayoritas pemilih dan Demokrat memenangkan pemilu
legislatif pada awal 2004, yang diikuti kemenangan Yudhoyono pada
pemilihan presiden.
Hasil pemilu presiden dan wakil presiden putaran I tanggal 5 Juli 2004
yang diikuti oleh 3 calon pasangan presiden dan wakil presiden sebagai
berikut :
1. Pasangan Wiranto – Solahudin Wahid 22,154% dengan jumlah suara 26.286.788
2. Psangan Megawati – Hasyim Musadi 26,605% dengan jumlah suara 17.392.931
3. Pasangan Amien Rais – Siswono Yudohusodo 14,658% dengan jumlah suara 17.392.931
4. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono –Yusuf Kalla 33,574% dengan jumlah suara 39.383.184
5. Pasangan Hamzah Haz – Agum Gumelar 3,009% dengan jumlah suara 3.569.861
Berdasarkan hasil perolehan suara tersebut, sesuai dengan pasal 66 ayat 2
UU No. 23/2003, maka kelima pasangan calon presiden dan wakil presiden
tersebut belum memenuhi syarat yang ditentukan UU. Karena belum memenuhi
syarat yang ditentukan UU, maka diadakan pemilihan presiden dan wakil
presiden yang kedua kali yang mendapat suara mayoritas 1 dan 2.
Dengan data suara diatas yang berhak untuk maju pemilu putaran ke dua yaitu
1. Suara mayoritas 1 pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – Muhammad Yusuf Kalla, dengan prosentase perolehan 33,574%
2. Suara mayoritas 2 pasangan Megawati Soekarno Putri – Hasyim Musadi, dengan prosentase perolehan 26,605%
Pemilu putaran kedua dilaksanakan pada tanggal 20 September 2004, yang
dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – Muh. Yusuf Kalla
sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2004 – 2009.