Sabtu, Mei 13, 2017

AL-KHULAFA'U AR-RASYIDIN PENERUS PERJUANGAN NABI MUHAMMAD SAW



Al-Khulafa’u  Ar-Rasyidin












 


                                                                                                                                                                                            








                                                                                                   
                 
                                                                                                                                      


                                                                                               NAMA: >  DIMAS TEJA ARSENO (07)
                                                                                                                                                                                                                                 

SMP NEGERI 3 PLERET 2017/2018




Al-Khulafa’u Ar-Rasyidin Penerus Perjuangan Nabi Muhammad S.A.W



Al-Khulafa’u Ar-Rasyidin artinya para khalifah (pemimpin) yang diberi petunjuk oleh Allah Swt. Al-Khulafa’u ar-Rasyidun adalah pengganti Rasulullah saw dalam memimpin masyarakat Islam. Mereka berjumlah empat orang, yaitu Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khatthab, ‘Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib .

Tercatat dalam sejarah peradaban manusia, bahwa Al-Khulafa’u Ar-Rasyidun adalah pribadi-pribadi terbaik hasil didikan Rasulullah saw.  Mereka telah teruji kehebatan dan kepiawaiannya sebagai teladan dalam  kepemimpinan untuk membangun peradaban lslam yang lebih maju. Tidak ada pemimpin-pemimpin dunia saat ini yang menghasilkan bangunan peradaban yang dapat disejajarkan dengan mereka.

Mereka memiliki sifat-sifat terpuji yang patut menjadi teladan umat  Islam zaman sekarang. Pengabdiannya kepada agama tidak disangsikan  lagi. Kepeduliaannya terhadap sesama, membuat pribadi-pribadi ini dicintai oleh rakyatnya.

Kesemuanya itu adalah orang-orang yang setia dengan Rasulullah saw, baik di saat susah maupun senang. Mereka memiliki akhlak mulia, karena mereka selalu meneladani akhlak Rasulullah saw. Mereka orang yang dekat hubungannya dengan Rasulullah saw, baik hubungan kesahabatan maupun hubungan kekerabatan, karena dua orang khalifah yang pertama, yakni Abu Bakar dan Umar, adalah mertua beliau, sedangkan dua orang khalifah yang terakhir, yakni Usman dan Ali, adalah menantu beliau. Oleh karena itu, mereka tentu lebih dapat meresapi ajaran Islam dan lebih baik daripada sahabat-sahabat lainnya, maka tidak mengherankan jika hari-hari mereka selalu dijiwai oleh ajaran Islam sebagaimana yang telah melekat pada diri Rasulullah.




A. ABU  BAKAR  AS-SIDDIQ : Bijaksana Dan Tegas

1.      Profil Abu Bakar

Abu Bakar adalah nama julukannya setelah Islam, artinya bapaknya orang yang terdahulu masuk Islam, karena ia adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan lelaki dewasa. Nama aslinya sebelum Islam adalah Abdul Ka’bah, artinya hambanya Ka’bah. Sedangkan namanya setelah Islam adalah Abdullah, artinya hamba Allah. Bapak Abu Bakar bernama Abu Quhafah, yang masuk Islam setelah peristiwa Fat-hu Makkah. Abu Bakar digelari Rasulullah dengan As-Shiddiq, artinya orang yang selalu membenarkan, karena dialah orangnya yang pertama kali membenarkan peristiwa Isro’-Mi’roj Rasulullah saw, disaat kebanyakan orang-orang meragukan dan mendustakan peristiwa tersebut.

Abu Bakar As-Shiddiq lahir  pada  tahun 573  M  dari  sebuah  keluarga  terhormat di Mekah. Usianya lebih muda dua tahun dari usia Rasulullah (lahir tahun 571 M).

Abu Bakar As-Shiddiq termasuk as-Sabiqµn al-awwalun, yaitu orang-orang yang terdahulu masuk Islam. Ketika ia masuk Islam, seluruh harta dan jiwanya dikorbankan untuk membela agama Islam. Ia selalu dicaci-maki  para musuhnya gara-gara masuk Islam.

Abu Bakar As-Shiddiq sangat dekat hubungannya dengan Nabi saw. Kemanapun Rasulullah pergi berdakwah dan dalam kondisi suka dan duka, ia selalu mendampingi beliau. Dalam sejarah Hijrah, Abu Bakarlah yang mendampingi selama perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah. Kedekatannya dengan Nabi saw diperkuat dengan diambilnya ‘Aisyah (putrinya) sebagai istri beliau. Selama Nabi saw sakit keras menjelang wafat, Abu Bakarlah yang ditunjuk sebagai pengganti beliau dalam mengimami shalat jamaah 5 waktu.

Abu Bakar As-Shiddiq berkepribadian terpuji, dermawan, sabar, pemaaf, berkemauan keras, rendah hati, berani bertindak, tegas, bijaksana, dan meneladani perilaku Rasulullah.



Kisah Keteladanan Abu Bakar

 Di  sudut  pasar  kota  Madinah,  ada  seorang  pengemis  Yahudi  buta. Kerjanya  membujuk  orang  agar  tidak  mendekati  Nabi  Muhammad  saw. Dia  menganggap  bahwa  Muhammad  saw  itu  orang  gila,  pembohong, tukang  sihir dan tuduhan negative lainnya.  Meskipun begitu, setiap pagi Nabi Muhammad saw  mendatangi pengemis buta itu dan memberinya makanan.

Setelah Rasulullah saw. wafat, Abu Bakar bertanya kepada Siti Aisyah: ”Anakku, adakah kebiasaan suamimu yang belum aku kerjakan?
Aisyah menjawab, “Ayahku. Engkau seorang ahlissunah yang selalu mengikuti perilaku dan tradisi (kebiasaan) Rasulullah. Hampir tidak ada satu pun kebiasaan beliau yang belum ayah lakukan, kecuali satu saja.
Apakah itu?”, Tanya Abu Bakar.
Jawab ‘Aisyah, bahwa setiap pagi Rasulullah saw selalu pergi ke ujung  pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi”.
Keesokkan harinya, Abu Bakar pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis. Abu Bakar mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar mulai menyuapinya, si  pengemis marah sambil menghardik, “Siapakah kamu?
Abu Bakar menjawab, “Aku  orang yang biasa mendatangi engkau.”
Bukan!  Engkau  bukan  orang  yang  biasa  datang  ke  sini!  bantah  si pengemis  buta  itu.  Orang  yang  biasa  mendatangiku  selalu  menyuapiku, tetapi  terlebih  dahulu  dihaluskannya  makanan  itu.  Setelah  itu,  dia  berikan kepadaku,” pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abu Bakar  menangis  sambil  berkata,  ”Aku  memang  bukan  orang  yang biasa  datang  padamu,  aku  sahabatnya,  orang  yang  mulia  itu  telah  tiada.  Ia adalah  Rasulullah  Muhammad  saw.”  Seketika  itu  pengemis  menangis  dan akhirnya  bersyahadat  di  hadapan  Abu Bakar,  dan  sejak  hari  itu  Ia  menjadi muslim.


2. Menjadi Khalifah Pertama dan Kemajuan Yang Dicapainya

Abu Bakar As-Shiddiq terpilih secara aklamasi menjadi Khalifah ke-1 pemerintahan al-Khulafa’u ar-Rasyidun di tengah-tengah terjadinya perselisihan antara kelompok Muhajirin dan Ansor pada pertemuan di “Tsaqifah Bani Sa’idah” dalam rangka memperebutkan jabatan khalifah, padahal saat itu Rasulullah saw baru saja wafat dan belum dikebumikan. Didalam pertemuan tersebut, Umar bin Khatthab mencalonkan Abu Bakar-untuk menjadi Khalifah, dan disetujui secara aklamasi oleh para sahabat (Muhajirin & Ansor) yang hadir. Pada keesokan harinya, diadakan Bai’at (pelantikan) secara umum di depan Masjid Nabawi, di sisi jenazah Rasulullah saw. Diantara isi pidatonya yang sangat terkenal pada saat pelantikannya adalah sebagai berikut :
…. Jika aku menjalankan tugas kekhalifahan ini dengan benar, maka ikutilah aku. Tetapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah. Benar itu kejujuran, dan dusta itu pengkhianatan. Taatilah aku selama aku mentaati Allah dan Rasul-Nya. Jika aku mendurhakai Allah dan RasulNya, maka tiada kewajiban buat kalian untuk mentaati aku

Abu Bakar as-Siddiq menjadi khalifah selama 2 tahun, yaitu tahun 11 - 13 H / 632 - 634 M). Selama masa itu, kemajuan yang berhasil dicapainya antara lain :

1). Menciptakan stabilitas keamanan

Pada awal masa pemerintahannya, ada 3 kesulitan yang dihadapi Abu Bakar, yaitu :

a. Banyak orang yang murtad (keluar dari Islam)
b. Munculnya nabi-nabi palsu, seperti : (1) Musailamah al-Kadz-dzab,  (2) Thulaihah al-Asadi,   (3) Sajah at-Tamimi (nabi wanita), dan (4) Aswad al-Ansiy.
c. Banyaknya orang yang enggan membayar zakat.
Terhadap ketiga kesulitan tersebut, Abu Bakar mengambiul tindakan tegas, yakni memerangi mereka, sehingga mereka sadar dan kembali masuk Islam.

2). Pengumpulan, penulisan dan pembukuan Mushaf Al-Qur’an

Sahabat Umar bin Khatthab mengusulkan agar ayat-ayat Al-Qur’an yang pada masa Nabi saw tersebar dan tertulis diatas tulang, papan kayu, daun, lempengan batu dan sejenisnya agar ditulis kembali dan dibukukan dalam bentuk Mus-haf, dengan beberapa alasan :

a. Banyak penghafal al-Qur’an (+ 70 orang) yang gugur di medan perang
b.  Ayat-ayat al-Qur’an yang tertulis di atas tulang, batu, kayu dll itu dikhawatirkan rusak dimakan masa, dan juga tercecer berserakan di mana-mana, sehingga dikhawatirkan hilang.
Usulan Umar bin Khatthab tersebut akhirnya disetujui Abu Bakar, maka dibentuklah panitia penulisan kembali dan pembukuan Mushaf Al-Qur’an yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit.
Wafat. Abu Bakar wafat setelah + 2 tahun memerintah. Pada waktu sakit menjelang wafatnya, ia mengumpulkan beberapa orang “tokoh sahabat” untuk diajak bermusyawarah mengenai calon penggantinya. Di hadapan mereka, Abu Bakar mengusulkan agar nanti sepeninggalnya mereka menunjuk Umar bin Khatthab sebagai penggantinya. Usulan itu mereka amini, dan betul setelah Abu Bakar wafat, para tokoh sahabat tersebut membai’at Umar bin Khatthab sebagai khalifah, kemudian dilanjutkan oleh masyarakat pada umumnya.


B. UMAR  BIN  KHATTHAB : Tegas dan Pemberani

1. Profil Umar bin Khatthab

Umar bin Khatthab bin Nufail bin Abdul Uzza  adalah salah satu sahabat besar (Kibarus shahabah) yang sangat dekat hubungannya dengan Nabi Muhammad saw. Ia
 termasuk mertua Nabi, karena putrinya yang bernama Hafshah menjadi isteri beliau.

Umar dilahirkan di kota Mekah dari kabilah Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku  terbesar  di  kota  Mekah  saat  itu. Ayahnya bernama Khatthab bin Nufail Al-Quraisy dan ibunya bernama Hantamah binti  Hasyim.  Umar diberi nama julukan oleh Nabi, yaitu al-Faruk yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.

Umar bin Khatthab adalah orang yang sangat berani sehingga ia dijuluki “Singa padang  pasir”.  Sebelum  masuk  Islam,  ia  sangat  ditakuti  oleh  orang-orang  Islam karena  kebengisannya.  Begitu  juga  ketika  sudah  masuk  Islam,  ia  sangat  ditakuti oleh musuhnya, yaitu orang-orang kafir.

Meskipun keras kepala, tetapi hati beliau lembut. Ia keras terhadap musuh (kafir) dan penyelewengan akidah,  tetapi  ia  sangat  lembut terhadap orang-orang Islam dan mereka yang baik.

Ketika menjadi pemimpin, ia terkenal sangat adil, berpola hidup sederhana, cinta kepada rakyat dan selalu mendahulukan kepentingan orang banyak. Prinsipnya,  lebih  baik  tidak makan  dan  tidur di lantai daripada makan enak dan tidur di istana tetapi rakyatnya menderita.



Kisah Keteladanan Umar bin Khatthab

 Auza’iy pada suatu malam pernah memergoki Khalifah Umar memasuki rumah seorang. Keesokan harinya, Auza’iy datang ke rumah itu, ternyata penghuninya seorang janda tua yang buta dan sakit-sakitan. Janda itu menceritakan bahwa tiap malam ada orang yang datang ke rumahnya sekedar mengirim makanan dan obat-obatan. Siapa nama orang itu? Janda tua itu sama sekali tidak mengetahui-nya. Padahal orang yang tiap malam datang ke rumahnya itu adalah Khalifah yang mereka kagumi, Amirul Mukminin Umar bin Khatthab.
Khalifah Umar pada suatu malam pernah berjalan-jalan di pinggir kota. Tiba-tiba, didengarnya rintihan seorang wanita dari dalam sebuah kemah yang kumal. Ternyata yang merintih itu seorang wanita yang akan melahirkan. Di sampingnya ada sang suami yang kebingungan. Maka pulanglah Khalifah Umar ke rumahnya untuk mengajak serta istrinya, Ummu Kulsum, untuk menolong wanita yang akan melahirkan tersebut. Wanita yang ditolongnya itu pun tidak tahu bahwa orang yang menolongnya adalah Khalifah Umar, Amirul Mu’minin yang mereka cintai.

2.      Menjadi Khalifah Kedua dan Kemajuan Yang Dicapainya

Sepeninggal Abu Bakar, para tokoh sahabat membai’at Umar bin Khatthab sebagai Khalifah kedua atas saran dan usulan Abu Bakar sewaktu sakit menjelang wafatnya. Pembai’atan ini kemudian dilanjutkan oleh masyarakat pada umumnya. Ia adalah orang yang pertama kali menggunakan gelar “Amirul Mukminin”, artinya pemimpin kaum mukminin, di depan namanya, yang kemudian juga digunakan untuk para khalifah-khalifah sesudahnya.

Kemajuan yang dicapai Amirul Mukminin Umar bin Khatthab selama menjadi Khalifah kedua antara lain :

1). Penataan administrasi pemerintahan
a. Pembagian wilayah kekuasaan kedalam beberapa “Propinsi”.
b. Mengangkat Gubernur untuk beberapa propinsi tersebut.
c. Mendirikan Baitul Mal (Perbendaharaan Negara) .
d.           Membentuk dewan militer.
e. Menggaji seluruh para pegawai Negara dan tentara .

2). Membentuk lembaga “Yudikatif” / pengadilan dan mengangkat “Hakim” pada tiap wilayah/propinsi untuk mendampingi tugas-tugas Gubernur
3). Menetapkan “Kalender Islam Hijriyah” sebagai penanggalan resmi  administrasi dan umat Islam, yang tahun pertamanya dimulai dari peristiwa hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah, yang bertepatan dengan tahun 622 M. Jadi tahun ke-1 H = 622 M.
4). Membangun, merenovasi dan memperluas masjid, meliputi :
a. Masjidil Haram di Makkah
b. Masjid Nabawi di Madinah. Pada masa Nabi seluas 50 x 50 meter, menjadi 70 x 60 meter.
c. Masjidil Aqsho di Jerusalem (Palestina).
d.           Masjid Amr bin Ash di Mesir.

5). Memperluas daerah kekuasaan Islam, sampai menerobos daerah jajahan & kekuasaan kerajaan Romawi Byzantium (Siria, Libanon, Palestina, Mesir dan sekitar) dan kekaisaran Persia (Basrah, Irak, Iran, Uni Emirat Arab, dan sekitarnya).

Setelah 10 tahun memerintah, antara tahun 13 – 23 H / 634 – 644 M), Amirul Mukminin Umar bin Khatthab berhasil mengangkat citra agama Islam dan pemerintahan Khulafau ar-Rasyidin di mata dunia saat itu. Ia adalah seorang pembaharu masyarakat yang sedang bobrok. Ia adalah seorang pembebas dari perbudakan, penindasan, imperialism, rasialisme dan segala bentuk tindak kejahatan dan kezaliman lainnya. Tidak berlebihan jika penulis non-muslim Michael H. Hart mendudukkan Amirul Mukminin Umar bin Khatthab sebagai “Tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah dunia”, pada urutan ke-51 didalam bukunya yang berjudul “The 100, a Ranking of the most infkuential person in history” (100 Tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah). Sementara itu, Nabi Muhammad ditempatkan pada urutan ke-1, Isaac Newton ke-2; Nabi Isa ke-3; Buddha ke-4; Kong Hu Cu ke-5; St. Paul ke-6, dan seterusnya.
Wafat. Amirul Mukminin Umar bin Khatthab wafat pada tahun 23 H / 644 M setelah sakit akibat tikaman pisau belati beracun yang dihuncamkan oleh Fairus atau Abu Lu’lu’, yaitu seorang Majusi dari Persia yang pura-pura masuk Islam. Jenazah Umar bin Khatthab dikuburkan di samping makam Rasulullah dan Abu Bakar didalam area Masjid Nabawi.



C. ‘USMAN  BIN  ‘AFFAN : Baik Hati dan Dermawan

1. Profil Usman bin ‘Affan
‘Usman bin ‘Affan adalah sahabat Nabi yang menjadi khalifah ke-3 dalam pemerintahan al-Khulafa’u arRasyidun setelah Amirul Mukminin Umar bin Khatthab.  Ia dikenal sebagai pedagang kaya raya dan pebisnis yang handal, namun sangat dermawan. Banyak  bantuan  ekonomi  yang  diberikannya  kepada umat  Islam  di  awal  dakwah   Islamiyah. 
Ia dijuluki “Dzunnurain”, yang  berarti “pemilik dua cahaya.” Julukan ini didapat karenaia menikahi dua putri Rasullah,  yaitu  Ruqayah  dan Ummu Kulsum.



Kisah Keteladanan Usman bin Affan

 ‘Usman bin ‘Affan tidak segan-segan mendermakan kekayaannya  untuk kepentingan agama dan masyarakat umum. Ia membeli sumur, berjarak + 1 km dari Masjid Qiblatain – Madinah, yang jernih airnya dari seorang Yahudi seharga 200.000 dirham yang setara dengan dia setengah kilogram emas pada waktu itu. Sumur yang kemudian dikenal dengan “Bi’ru Ruumat” atau Bi’ru Usman ini, kemudian ia wakafkan untuk kepentingan masyarakat umum.

 ‘Usman bin ‘Affan juga memberi bantuan untuk memperluas Masjid Nabawi Madinah dan membeli tanah di sekitarnya. Ia mendermakan 1.000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1.000 dirham sumbangan pribadi  kepada Rasulullah untuk biaya Perang Tabuk melawan Romawi Byzantium di Syam - Syria, yang nilainya sama dengan sepertiga dari biaya ekspedisi perang  tersebut. 

Pada  masa pemerintahan Abu Bakar, Usman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1.000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita kelaparan di musim kering

2. Menjadi Khalifah Ketiga dan Kemajuan Yang Dicapainya

‘Usman bin ‘Affan terpilih sebagai khalifah ketiga melalui proses pemilihan oleh tim formatur atau semacam “Panitia Pemilihan” (Ahlul Halli wal ‘Aqdi) yang beranggotakan 6 orang sahabat besar yang ditunjuk oleh Amirul Mukminin Umar bin Khatthab menjelang wafatnya. Ke-6 orang tersebut berhak memilih dan dipilih, meliputi : 1) Abdurrahman bin Auf (Ketua tim),  2) Usman bin Affan,  3) Ali bin Abi Thalib,  4) Zubair bin Awwam,  5) Sa’ad bin Abi Waqqash,  6) Thalhah bin Ubaidillah, ditambah 1 orang sebagai “Hakim” (penengah) jika terjadi perselisihan, yaitu Abdullah bin Umar. Dari hasil permusyawaratan tim tersebut, maka Usman bin Affan yang saat itu berusia 70 tahun terpilih sebagai khalifah ketiga.

Kemajuan yang dicapai selama pemerintahan Amirul Mukminin Usman bin Affan, antara lain :
1). Memperluas Masjid Nabawi Madinah. Di masa Umar seluas 70 x 60 meter, diperluas menjadi 80 x 65 meter.
2). Penyalinan dan penggandaan Mushaf Al-Qur’an sebanyak 5 eksemplar, dari Mushaf hasil kerja di masa Abu Bakar, oleh tim yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit, yang beranggotakan : Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Haris. Hasil dari kerja Tim tersebut, yang 4 eksemplar Mushaf diikirim ke 4 propinsi : 1) Makkah,  2) Syria,  3) Basrah, 4) Kufah, dan 1 eksemplar disimpan di rumah Usman sendiri (Madinah).
3). Membentuk Angkatan Laut pertama kali dalam Islam.
4). Memperluas wilayah kekuasaan yang meliputi daerah Khurasan (Iran), Armenia, Tunisia (Afrika utara), dan Azerbaijan (Uni Soviet).
5). Menumpas pemberontakan yang dipimpin oleh Konstantin (putra mahkota Raja Muqauqis di Mesir), dan oleh Kisra Yazdajird III (mantan kaisar Persia yang digulingkan tentara Islam di masa Umar bin Khatthab)

Wafat. Setelah memerintah selama 12 tahun (antara tahun 23 – 35 H / 644 - 656 M), Usman bin Affan wafat dibunuh oleh pemberontak (bernama Al-Ghafiqi) dari Mesir, atas hasudan Abdullah bin Saba’ (seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam). Ia wafat ketika sedang membaca Al-Qur’an dan berpuasa, dalam usia 82 tahun.



D. ALI  BIN  ABI  THALIB :  Cerdas dan Tegas

1. Profil Ali bin Abi Thalib

Ali yang memiliki nama asli Haidar (artinya singa), merupakan orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Ia dilahirkan dari pasangan Abu Thalib bin Abdul Muthalib dan Fathimah binti Asad.
Kelahiran Ali banyak memberi hiburan bagi Nabi Muhammad saw, karena beliau tidak memiliki anak laki-laki. Beliau bersama istrinya, Khadijah, mengasuh  Ali  sejak kecil dan dianggapnya seperti anaknya sendiri. Hal ini sekaligus untuk   membalas jasa  Abu  Thalib, yang  telah  mengasuh beliau sejak kecil hingga dewasa. Dengan demikian sejak kecil Ali sudah bersama dengan Nabi Muhammad saw.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Rasulullah. Didikan  langsung  Nabi  kepada  Ali  dalam  semua  aspek  ilmu  Islam menggemblengnya menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani, dan sabar. Pada waktu peristiwa hijrahnya Nabi, Ali lah yang disuruh untuk tidur di tempat tidurnya, untuk mengelabui para pemuda kafir Quraisy yang mengepung dan hendak membunuhnya. Setelah hijrah ke Madinah, Ali kemudian diambil menantu oleh Nabi, dinikahkan dengan putri kesayangannya, Fatimah az-Zahrah. 
Ali bin Abi Thalib adalah seorang sahabat yang sangat cerdas dan cerdik. Rasulullah saw menjulukinya “Babul ilmi”, artinya pintu gerbang ilmu, didalam sabdanya: “أَنَا مَدِيْنَةُ الْعِلْمِ وَ عَلِيٌّ بَابُهَا”, artinya: Saya adalah kota ilmu dan Ali adalah pintu gerbangnya.
Sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib juga terkenal cerdik dan tegas.  Proses  pergantian  Khalifah  dari Usman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib mengalami hambatan, karena ada kelompok yang setuju  dan  yang  menentang.  Kelompok yang menentangnya melakukan pemberontakan dalam perang Shiffin (pimpinan Gubernur Syam, Mu’awiyah bin Abi Sufyan) dan dalam perang Jamal (pimpinan ‘Aisyah binti Abu Bakar yang didukung sahabat besar Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah). Dalam  situasi  genting  seperti  ini,  Ali bin Abi Thalib tampil dengan tegas menindak dan menundukkan mereka, sehingga semua permasalahan dapat diselesaikannya.

2. Menjadi Khalifah Keempat dan Kemajuan Yang Dicapainya
Ali menjadi khalifah keempat atas desakan dan dukungan mayoritas umat Islam dan para tokoh sahabat. Mula-mula tawaran jabatan khalifah ia tolak, namun kemudian ia terima dengan berat hati, demi terciptanya stabilitas keamanan & politik dalam negeri. Mayoritas rakyat dan sahabat besar sama membai’at Ali sebagai khalifah, kecuali dari kalangan keluarga Bani Umaiyah dan keluarga Usman, serta sebagian masyarakat, disebabkan karena mereka “merasa takut” akan terulangnya kembali pemerintahan yang adil, disiplin dan bebas dari KKN seperti pada masa pemerintahan Umar bin Khatthab.

Kemajuan pemerintahan semasa dijabat Ali antara lain :

1). Pembangunan politik
Para pejabat yang diangkat khalifah Usman bin Affan kebanyakan tidak ikhlas mengabdi kepada Islam dan Negara, tetapi sekedar mengejar ambisi dan kemewahan duniawi. Untuk itu sayyidina Ali segera menetapkan dua kebijakan sebagai berikut :
a.  Menghentikan/memecat para pejabat yang tidak cakap dan kurang mampu dalam menjalankan tugas-amanah negara, serta tidak disukai oleh rakyat.
b.  Menarik kembali tanah kas Negara yang dibagi-bagikan kepada pejabat dan keluarga Usman tanpa melalui cara dan prosesdur yang berlaku.
Sayyidina Ali sebenarnya sudah diingatkan dan disarankan oleh para pembesar sahabat seperti Zubair bin Awwam, Thalhah, Mughirah, dll, agar menangguhkan dahulu kedua kebijakannya tersebut sebelum stabilitas keamanan betul-betul pulih. Sedangkan tindakan penting yang perlu segera dilakukan adalah mengusut tuntas orang-orang yang ikut terlibat dalam pembunuhan Usman. Namun saran tersebut tidak diindahkan oleh sayyidina Ali, sehingga timbul “kekacauan” didalam negeri, yang ditandai dengan munculnya pemberontakan/perang saudara dan golongan-golongan dalam masyarakat Islam.

2). Pemberontakan, Perang saudara dan timbulnya golongan
a. Perang Jamal (onta) yang dipimpin oleh ummul mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar yang berkendaraan onta, dengan didukung oleh Thalhah dan Zubair. Sayyidina Ali dan tentaranya mampu memadamkannya, dan ‘Aisyah berhasil diselamatkan dan ditawan, lalu dipulangkan ke Madinah dengan segala penghormatan, sementara Thalhah dan Zubair mati terbunuh.
b. Perang Shiffin. Pemberontakan ini dipimpin oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan (mantan Gubernur Syam yang dipecat Ali).
Penyebab peperangan ini antara lain :
(1)               Mu’awiyah menuduh sayyidina Ali bersekongkol dengan para pembunuh Usman; 
(2) Sayyidina Ali memecat Mu’awiyah dari jabatan Gubernur Syam;   
(3)               Mu’awiyah tidak setuju sayyidina Ali menjadi Khalifah pengganti Usman.
Pertempuran hampir saja dimenangkan oleh tentara sayyidina Ali, maka dengan kelicikannya, Mu’awiyah mengajak berdamai dengan landasan mushaf Al-Qur’an.
Menanggapi ajakan damai tersebut, maka timbul dua kelompok didalam kubu sayyidina Ali :
(1)               Setuju berdamai, termasuk didalamnya sayyidina Ali; 
(2)               Tidak setuju berdamai dan perlu meneruskan perang, dengan alasan perang hampir saja dimenangkan dan perdamaian hanya sekedar tipu mulihat Mu’awiyah untuk memperkecil kekalahan.
Akhirnya diputuskan “setuju berdamai”. Maka diadakanlah “perdamaian” yang lebih dikenal dengan sebutan “Majlis Tahkim”,  yang dilaksanakan di desa Daumatul Jandal.  Sementara kelompok tentara Ali yang tidak setuju berdamai, lalu memisahkan diri dan keluar dari barisan Ali untuk menjadi kelompok “oposisi” yang nantinya menjadi musuh pihak sayyidina Ali dan pihak Mu’awiyah. Kelompok oposisi ini lebih dikenal dengan sebutan “Kaum Khawarij”.
Dalam perundingan “Majlis Tahkim” ini, pihak sayyidina Ali diwakili Abu Musa Al-Asy’ari, sedangkan dari pihak Mu’awiyah diwakili oleh ‘Amr bin Ash. Berkat kelihaian ari ‘Amr bin Ash ini, maka perundingan Majlis Tahkim berakhir dengan kegagalan.

c. Timbulnya golongan umat Islam.
Ada tiga golongan umat Islam yang timbul pada masa pemerintahan sayyidina Ali, yaitu :
(1)               Golongan sayyidina Ali; 
(2) Golongan Mu’awiyah; 
(3)               Golongan Khawarij.
Dengan timbulnya 3 golongan ini, maka kebenaran prediksi Nabi Muhammad saw tentang akan munculnya golongan-golongan didalam tubuh umat Islam mulai terwujud, sebagaimana sabdanya:
سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَبٍ وَ سَبْعِيْنَ فِرْقَةً,  النَّاجِيَةُ فِيْهَا وَاحِدٌ  وَالْبَاقُوْنَ هَلْكَى.  قَالَ:  وَمَنْ النَّاجِيَةُ؟    قَالَ النَّبِيُّ : أَهْلُ السُّنَّةِ وَ الْجَمَاعَةِ.  قَالَ:  وَمَنْ أَهْلُ   السُّنَّةِ وَ الْجَمَاعَةِ.  قَالَ:  مَا أَنَا عَلَيْهِ وَ أَصْحَابِيْ.
Artinya: “Ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Yang selamat (masuk surga) hanya satu golongan, sedangkan sisanya (yakni 72 golongan) akan binasa (masuk neraka)”. Para sahabat bertanya: “Siapa satu golongan yang selamat itu?”. Jawaban Nabi : “Ahlussunnah wal Jama’ah”. Sahabat bertanya lagi : “Siapa Ahlussunnah wal Jama’ah itu?”. Djawab oleh Nabi : ”Yaitu golongan yang sesuai dengan apa yang aku pegangi dan para sahabat

Wafat. Umat Islam sudah terlanjur terpecah belah menjadi 3 golongan, dan kaum Khawarij secara sepihak berangan-angan ingin mempersatukan umat Islam. Mereka berkeyakinan bahwa yang menjadi “dalang” perpecahan umat Islam adaalh 3 orang, yaitu : (1) sayyidina Ali,  (2) Mu’awiyah,  (3) ‘Amr bin ‘Ash, maka ketiga orang tersebut harus dibunuh. Kemudian mereka mengirim 3 orang “algojo” untuk membunuh ketiga orang tersebut secara serempak pada waktu dan tanggal yang sama, yaitu waktu subuh tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H/660 M. Ke-3 orang “algojo” tersebut bernama :
1)  Abdurrahman bin Muljam, dikirim ke Kufah, bertugas membunuh sayyidina Ali, yang berhasil dibunuhnya pada saat beliau sedang memanggil (adzan) orang-orang shalat Subuh. Setelah beliau memerintah selama 4 tahun (antara tahun 35 – 40 H / 656 - 660 M) 
2) Barak bin Abdullah, dikirim ke Syam, bertugas membunuh Mu’awiyah. Mu’awiyah berhasil ditikam ketika ia sedang mengimami Subuh, namun tidak sampai mati, karena tikaman pedang mengenai pinggulnya. 
3)  Amin bin Bakir, dikirim ke Mesir, bertugas membunuh ’Amr bin ‘Ash.  Pada saat itu, ‘Amr bin ‘Ash tidak berangkat ke masjid mengimami shalat Subuh karena sedang sakit perut, sedangkan yang menjadi pengganti imam adalah Kharijah, sehingga Kharija-lah yang menjadi korban pembunuhan, sedanmgkan ‘Amr bin ‘Ash selamat dan masih hidup.

Dengan wafatnya sayyidina Ali, maka berakhirlah era pemerintahan Khulafau ar-Rasyidun yang demokratis, kemudian diganti dengan era pemerintahan Dinasti Bani Umaiyah yang bersifat monarkhi (kerajaan), karena sistim pemilihan khalifah tidak berdasarkan “musyawarah”, tetapi didasarkan pada penetapan putra mahkota dari kalangan saudara dan anak keturunannya.