Al-Khulafa’u Ar-Rasyidin
NAMA:
> DIMAS TEJA ARSENO (07)
SMP NEGERI 3 PLERET 2017/2018
Al-Khulafa’u Ar-Rasyidin Penerus
Perjuangan Nabi Muhammad S.A.W
Al-Khulafa’u Ar-Rasyidin artinya para
khalifah (pemimpin) yang diberi petunjuk oleh Allah Swt. Al-Khulafa’u
ar-Rasyidun adalah pengganti Rasulullah saw dalam memimpin masyarakat Islam.
Mereka berjumlah empat orang, yaitu Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khatthab,
‘Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib .
Tercatat dalam sejarah peradaban
manusia, bahwa Al-Khulafa’u
Ar-Rasyidun adalah pribadi-pribadi terbaik
hasil didikan Rasulullah saw.
Mereka telah teruji kehebatan dan kepiawaiannya sebagai teladan
dalam kepemimpinan untuk membangun
peradaban lslam yang lebih maju. Tidak ada pemimpin-pemimpin dunia saat ini
yang menghasilkan bangunan peradaban yang dapat disejajarkan dengan mereka.
Mereka memiliki sifat-sifat terpuji
yang patut menjadi teladan umat Islam
zaman sekarang. Pengabdiannya kepada agama tidak disangsikan lagi. Kepeduliaannya terhadap sesama, membuat
pribadi-pribadi ini dicintai oleh rakyatnya.
Kesemuanya itu adalah orang-orang yang
setia dengan Rasulullah saw, baik di saat susah maupun senang. Mereka memiliki
akhlak mulia, karena mereka selalu meneladani akhlak Rasulullah saw. Mereka
orang yang dekat hubungannya dengan Rasulullah saw, baik hubungan kesahabatan
maupun hubungan kekerabatan, karena dua orang khalifah yang pertama, yakni Abu
Bakar dan Umar, adalah mertua beliau, sedangkan dua orang
khalifah yang terakhir, yakni Usman dan Ali, adalah menantu
beliau. Oleh karena itu, mereka tentu lebih dapat meresapi ajaran Islam dan
lebih baik daripada sahabat-sahabat lainnya, maka tidak mengherankan jika
hari-hari mereka selalu dijiwai oleh ajaran Islam sebagaimana yang telah
melekat pada diri Rasulullah.
A.
ABU BAKAR AS-SIDDIQ : Bijaksana Dan Tegas
1. Profil Abu Bakar
Abu Bakar adalah nama
julukannya setelah Islam, artinya bapaknya orang yang terdahulu masuk Islam,
karena ia adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan lelaki
dewasa. Nama aslinya sebelum Islam adalah Abdul Ka’bah, artinya hambanya
Ka’bah. Sedangkan namanya setelah Islam adalah Abdullah,
artinya hamba Allah. Bapak Abu Bakar bernama Abu Quhafah, yang
masuk Islam setelah peristiwa Fat-hu Makkah. Abu Bakar digelari
Rasulullah dengan As-Shiddiq, artinya orang yang selalu
membenarkan, karena dialah orangnya yang pertama kali membenarkan peristiwa
Isro’-Mi’roj Rasulullah saw, disaat kebanyakan orang-orang meragukan dan
mendustakan peristiwa tersebut.
Abu Bakar As-Shiddiq lahir pada
tahun 573 M dari
sebuah keluarga terhormat di Mekah. Usianya lebih muda dua
tahun dari usia Rasulullah (lahir tahun 571 M).
Abu Bakar As-Shiddiq
termasuk as-Sabiqµn al-awwalun, yaitu orang-orang yang terdahulu
masuk Islam. Ketika ia masuk Islam, seluruh harta dan jiwanya dikorbankan untuk
membela agama Islam. Ia selalu dicaci-maki
para musuhnya gara-gara masuk Islam.
Abu Bakar As-Shiddiq
sangat dekat hubungannya dengan Nabi saw. Kemanapun Rasulullah pergi berdakwah
dan dalam kondisi suka dan duka, ia selalu mendampingi beliau. Dalam sejarah
Hijrah, Abu Bakarlah yang mendampingi selama perjalanan hijrah dari Makkah ke
Madinah. Kedekatannya dengan Nabi saw diperkuat dengan diambilnya ‘Aisyah
(putrinya) sebagai istri beliau. Selama Nabi saw sakit keras menjelang wafat, Abu
Bakarlah yang ditunjuk sebagai pengganti beliau dalam mengimami shalat jamaah 5
waktu.
Abu Bakar As-Shiddiq
berkepribadian terpuji, dermawan, sabar, pemaaf, berkemauan keras, rendah hati,
berani bertindak, tegas, bijaksana, dan meneladani perilaku Rasulullah.
Kisah
Keteladanan Abu Bakar
Di
sudut pasar kota
Madinah, ada seorang
pengemis Yahudi buta. Kerjanya membujuk
orang agar tidak
mendekati Nabi Muhammad
saw. Dia menganggap bahwa
Muhammad saw itu
orang gila, pembohong, tukang sihir dan tuduhan negative lainnya. Meskipun begitu, setiap pagi Nabi Muhammad
saw mendatangi pengemis buta itu dan
memberinya makanan.
Setelah Rasulullah saw. wafat, Abu
Bakar bertanya kepada Siti Aisyah: ”Anakku, adakah kebiasaan suamimu yang
belum aku kerjakan?”
Aisyah menjawab, “Ayahku. Engkau
seorang ahlissunah yang selalu mengikuti perilaku dan tradisi (kebiasaan)
Rasulullah. Hampir tidak ada satu pun kebiasaan beliau yang belum ayah lakukan,
kecuali satu saja.”
“Apakah itu?”, Tanya Abu Bakar.
Jawab ‘Aisyah, bahwa setiap pagi
Rasulullah saw selalu pergi ke ujung
pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi”.
Keesokkan harinya, Abu Bakar pergi ke
pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis. Abu Bakar
mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar
mulai menyuapinya, si pengemis marah
sambil menghardik, “Siapakah kamu? “
Abu Bakar menjawab, “Aku orang yang biasa mendatangi engkau.”
“Bukan! Engkau
bukan orang yang
biasa datang ke
sini!” bantah si pengemis
buta itu. ”Orang
yang biasa mendatangiku
selalu menyuapiku, tetapi terlebih
dahulu dihaluskannya makanan
itu. Setelah itu,
dia berikan kepadaku,”
pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abu Bakar menangis
sambil berkata, ”Aku
memang bukan orang
yang biasa datang padamu,
aku sahabatnya, orang
yang mulia itu
telah tiada. Ia adalah
Rasulullah Muhammad saw.”
Seketika itu pengemis
menangis dan akhirnya bersyahadat
di hadapan Abu Bakar,
dan sejak hari
itu Ia menjadi muslim.
2.
Menjadi Khalifah Pertama dan Kemajuan Yang Dicapainya
Abu Bakar As-Shiddiq
terpilih secara aklamasi menjadi Khalifah ke-1 pemerintahan al-Khulafa’u
ar-Rasyidun di tengah-tengah terjadinya perselisihan antara kelompok Muhajirin
dan Ansor pada pertemuan di “Tsaqifah Bani Sa’idah” dalam rangka
memperebutkan jabatan khalifah, padahal saat itu Rasulullah saw baru saja wafat
dan belum dikebumikan. Didalam pertemuan tersebut, Umar bin Khatthab mencalonkan
Abu Bakar-untuk menjadi Khalifah, dan disetujui secara aklamasi oleh para
sahabat (Muhajirin & Ansor) yang hadir. Pada keesokan harinya, diadakan Bai’at
(pelantikan) secara umum di depan Masjid Nabawi, di sisi jenazah Rasulullah
saw. Diantara isi pidatonya yang sangat terkenal pada saat pelantikannya adalah
sebagai berikut :
“…. Jika aku
menjalankan tugas kekhalifahan ini dengan benar, maka ikutilah aku. Tetapi jika
aku berbuat salah, maka betulkanlah. Benar itu kejujuran, dan dusta itu
pengkhianatan. Taatilah aku selama aku mentaati Allah dan Rasul-Nya. Jika aku
mendurhakai Allah dan RasulNya, maka tiada kewajiban buat kalian untuk mentaati
aku”
Abu Bakar as-Siddiq
menjadi khalifah selama 2 tahun, yaitu tahun 11 - 13 H / 632 - 634 M). Selama
masa itu, kemajuan yang berhasil dicapainya antara lain :
1). Menciptakan stabilitas keamanan
Pada
awal masa pemerintahannya, ada 3 kesulitan yang dihadapi Abu Bakar, yaitu :
a.
Banyak orang yang murtad (keluar dari
Islam)
b.
Munculnya nabi-nabi palsu, seperti : (1)
Musailamah al-Kadz-dzab, (2) Thulaihah
al-Asadi, (3) Sajah at-Tamimi (nabi
wanita), dan (4) Aswad al-Ansiy.
c.
Banyaknya orang yang enggan membayar
zakat.
Terhadap
ketiga kesulitan tersebut, Abu Bakar mengambiul tindakan tegas, yakni memerangi
mereka, sehingga mereka sadar dan kembali masuk Islam.
2). Pengumpulan, penulisan dan
pembukuan Mushaf Al-Qur’an
Sahabat
Umar bin Khatthab mengusulkan agar ayat-ayat Al-Qur’an yang pada
masa Nabi saw tersebar dan tertulis diatas tulang, papan kayu, daun, lempengan
batu dan sejenisnya agar ditulis kembali dan dibukukan dalam bentuk Mus-haf,
dengan beberapa alasan :
a.
Banyak penghafal al-Qur’an (+ 70
orang) yang gugur di medan perang
b. Ayat-ayat al-Qur’an yang tertulis di atas
tulang, batu, kayu dll itu dikhawatirkan rusak dimakan masa, dan juga tercecer
berserakan di mana-mana, sehingga dikhawatirkan hilang.
Usulan Umar bin
Khatthab tersebut akhirnya disetujui Abu Bakar, maka dibentuklah panitia penulisan
kembali dan pembukuan Mushaf Al-Qur’an yang diketuai oleh Zaid bin
Tsabit.
Wafat. Abu Bakar wafat
setelah + 2 tahun memerintah. Pada waktu sakit menjelang wafatnya, ia
mengumpulkan beberapa orang “tokoh sahabat” untuk diajak
bermusyawarah mengenai calon penggantinya. Di hadapan mereka, Abu Bakar
mengusulkan agar nanti sepeninggalnya mereka menunjuk Umar bin Khatthab sebagai
penggantinya. Usulan itu mereka amini, dan betul setelah Abu Bakar wafat, para
tokoh sahabat tersebut membai’at Umar bin Khatthab sebagai khalifah, kemudian
dilanjutkan oleh masyarakat pada umumnya.
B. UMAR BIN
KHATTHAB : Tegas dan Pemberani
1. Profil Umar bin
Khatthab
Umar bin Khatthab bin Nufail bin Abdul
Uzza adalah salah satu sahabat besar (Kibarus
shahabah) yang sangat dekat hubungannya dengan Nabi Muhammad saw. Ia
termasuk mertua Nabi, karena putrinya yang
bernama Hafshah menjadi isteri beliau.
Umar dilahirkan di
kota Mekah dari kabilah Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar
di kota Mekah
saat itu. Ayahnya bernama Khatthab
bin Nufail Al-Quraisy dan ibunya bernama Hantamah binti Hasyim. Umar diberi nama julukan oleh Nabi, yaitu al-Faruk
yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Umar bin Khatthab
adalah orang yang sangat berani sehingga ia dijuluki “Singa padang pasir”. Sebelum
masuk Islam, ia
sangat ditakuti oleh
orang-orang Islam karena kebengisannya. Begitu
juga ketika sudah
masuk Islam, ia
sangat ditakuti oleh musuhnya,
yaitu orang-orang kafir.
Meskipun keras
kepala, tetapi hati beliau lembut. Ia keras terhadap musuh (kafir) dan
penyelewengan akidah, tetapi ia
sangat lembut terhadap
orang-orang Islam dan mereka yang baik.
Ketika menjadi
pemimpin, ia terkenal sangat adil, berpola hidup sederhana, cinta kepada rakyat
dan selalu mendahulukan kepentingan orang banyak. Prinsipnya, lebih
baik tidak makan dan
tidur di lantai daripada makan enak dan tidur di istana tetapi rakyatnya
menderita.
Kisah Keteladanan
Umar bin Khatthab
Auza’iy pada suatu malam pernah memergoki
Khalifah Umar memasuki rumah seorang. Keesokan harinya, Auza’iy datang ke rumah
itu, ternyata penghuninya seorang janda tua yang buta dan sakit-sakitan. Janda
itu menceritakan bahwa tiap malam ada orang yang datang ke rumahnya sekedar
mengirim makanan dan obat-obatan. Siapa nama orang itu? Janda tua itu sama
sekali tidak mengetahui-nya. Padahal orang yang tiap malam datang ke rumahnya
itu adalah Khalifah yang mereka kagumi, Amirul Mukminin Umar bin
Khatthab.
Khalifah
Umar pada suatu malam pernah berjalan-jalan di pinggir kota. Tiba-tiba,
didengarnya rintihan seorang wanita dari dalam sebuah kemah yang kumal.
Ternyata yang merintih itu seorang wanita yang akan melahirkan. Di sampingnya
ada sang suami yang kebingungan. Maka pulanglah Khalifah Umar ke rumahnya untuk
mengajak serta istrinya, Ummu Kulsum, untuk menolong wanita yang akan
melahirkan tersebut. Wanita yang ditolongnya itu pun tidak tahu bahwa orang
yang menolongnya adalah Khalifah Umar, Amirul Mu’minin yang mereka
cintai.
2. Menjadi Khalifah
Kedua dan Kemajuan Yang Dicapainya
Sepeninggal
Abu Bakar, para tokoh sahabat membai’at Umar bin Khatthab sebagai Khalifah
kedua atas saran dan usulan Abu Bakar sewaktu sakit menjelang wafatnya. Pembai’atan
ini kemudian dilanjutkan oleh masyarakat pada umumnya. Ia adalah orang yang
pertama kali menggunakan gelar “Amirul Mukminin”, artinya pemimpin
kaum mukminin, di depan namanya, yang kemudian juga digunakan untuk para
khalifah-khalifah sesudahnya.
Kemajuan
yang dicapai Amirul Mukminin Umar bin Khatthab selama menjadi Khalifah
kedua antara lain :
1).
Penataan administrasi pemerintahan
a. Pembagian wilayah kekuasaan kedalam beberapa “Propinsi”.
b. Mengangkat Gubernur untuk beberapa
propinsi tersebut.
c. Mendirikan Baitul Mal (Perbendaharaan
Negara) .
d. Membentuk dewan militer.
e. Menggaji seluruh para pegawai Negara dan
tentara .
2). Membentuk lembaga “Yudikatif” / pengadilan dan
mengangkat “Hakim” pada tiap wilayah/propinsi untuk mendampingi tugas-tugas
Gubernur
3). Menetapkan “Kalender Islam Hijriyah”
sebagai penanggalan resmi administrasi
dan umat Islam, yang tahun pertamanya dimulai dari peristiwa hijrahnya
Rasulullah dari Makkah ke Madinah, yang bertepatan dengan tahun 622 M. Jadi
tahun ke-1 H = 622 M.
4). Membangun, merenovasi dan memperluas masjid,
meliputi :
a. Masjidil Haram di Makkah
b. Masjid Nabawi di Madinah. Pada masa Nabi seluas
50 x 50 meter, menjadi 70 x 60 meter.
c. Masjidil Aqsho di Jerusalem (Palestina).
d. Masjid Amr bin Ash di Mesir.
5). Memperluas daerah kekuasaan Islam, sampai
menerobos daerah jajahan & kekuasaan kerajaan Romawi Byzantium
(Siria, Libanon, Palestina, Mesir dan sekitar) dan kekaisaran Persia
(Basrah, Irak, Iran, Uni Emirat Arab, dan sekitarnya).
Setelah
10 tahun memerintah, antara tahun 13 – 23 H / 634 – 644 M), Amirul Mukminin
Umar bin Khatthab berhasil mengangkat citra agama Islam dan pemerintahan
Khulafau ar-Rasyidin di mata dunia saat itu. Ia adalah seorang pembaharu
masyarakat yang sedang bobrok. Ia adalah seorang pembebas dari perbudakan,
penindasan, imperialism, rasialisme dan segala bentuk tindak kejahatan dan
kezaliman lainnya. Tidak berlebihan jika penulis non-muslim Michael H.
Hart mendudukkan Amirul Mukminin Umar bin Khatthab sebagai “Tokoh
yang paling berpengaruh dalam sejarah dunia”, pada urutan ke-51 didalam
bukunya yang berjudul “The 100, a Ranking of the most infkuential person in
history” (100 Tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah). Sementara itu,
Nabi Muhammad ditempatkan pada urutan ke-1, Isaac Newton ke-2; Nabi Isa ke-3;
Buddha ke-4; Kong Hu Cu ke-5; St. Paul ke-6, dan seterusnya.
Wafat.
Amirul
Mukminin
Umar bin Khatthab wafat pada tahun 23 H / 644 M setelah sakit akibat tikaman
pisau belati beracun yang dihuncamkan oleh Fairus atau Abu Lu’lu’, yaitu
seorang Majusi dari Persia yang pura-pura masuk Islam. Jenazah Umar bin
Khatthab dikuburkan di samping makam Rasulullah dan Abu Bakar didalam area
Masjid Nabawi.
C. ‘USMAN BIN
‘AFFAN : Baik Hati dan Dermawan
1. Profil Usman bin
‘Affan
‘Usman
bin ‘Affan adalah sahabat Nabi yang menjadi khalifah ke-3 dalam pemerintahan
al-Khulafa’u arRasyidun setelah Amirul Mukminin Umar bin Khatthab. Ia dikenal sebagai pedagang kaya raya dan
pebisnis yang handal, namun sangat dermawan. Banyak bantuan
ekonomi yang diberikannya
kepada umat Islam di
awal dakwah Islamiyah.
Ia
dijuluki “Dzunnurain”, yang
berarti “pemilik dua cahaya.” Julukan ini didapat karenaia menikahi dua
putri Rasullah, yaitu Ruqayah
dan Ummu Kulsum.
Kisah Keteladanan
Usman bin
Affan
‘Usman bin ‘Affan tidak segan-segan
mendermakan kekayaannya untuk
kepentingan agama dan masyarakat umum. Ia membeli sumur, berjarak + 1 km
dari Masjid Qiblatain – Madinah, yang jernih airnya dari seorang Yahudi
seharga 200.000 dirham yang setara dengan dia setengah kilogram emas pada waktu
itu. Sumur yang kemudian dikenal dengan “Bi’ru Ruumat” atau Bi’ru
Usman ini, kemudian ia wakafkan untuk kepentingan masyarakat umum.
‘Usman bin ‘Affan juga memberi bantuan untuk
memperluas Masjid Nabawi Madinah dan membeli tanah di sekitarnya. Ia
mendermakan 1.000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1.000 dirham sumbangan
pribadi kepada Rasulullah untuk biaya Perang
Tabuk melawan Romawi Byzantium di Syam - Syria, yang nilainya sama
dengan sepertiga dari biaya ekspedisi perang
tersebut.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Usman juga
pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1.000 unta untuk membantu kaum
miskin yang menderita kelaparan di musim kering
2. Menjadi Khalifah
Ketiga dan Kemajuan Yang Dicapainya
‘Usman bin ‘Affan terpilih sebagai
khalifah ketiga melalui proses pemilihan oleh tim formatur atau semacam “Panitia
Pemilihan” (Ahlul Halli wal ‘Aqdi) yang beranggotakan 6 orang
sahabat besar yang ditunjuk oleh Amirul Mukminin Umar bin Khatthab
menjelang wafatnya. Ke-6 orang tersebut berhak memilih dan dipilih, meliputi :
1) Abdurrahman bin Auf (Ketua tim), 2) Usman
bin Affan, 3) Ali bin Abi Thalib, 4) Zubair bin Awwam, 5) Sa’ad bin Abi Waqqash, 6) Thalhah bin Ubaidillah, ditambah 1 orang
sebagai “Hakim” (penengah) jika terjadi perselisihan, yaitu Abdullah bin
Umar. Dari hasil permusyawaratan tim tersebut, maka Usman bin Affan yang saat
itu berusia 70 tahun terpilih sebagai khalifah ketiga.
Kemajuan yang dicapai selama
pemerintahan Amirul Mukminin Usman bin Affan, antara lain :
1).
Memperluas Masjid Nabawi Madinah. Di masa Umar seluas 70 x 60 meter, diperluas
menjadi 80 x 65 meter.
2). Penyalinan dan penggandaan Mushaf Al-Qur’an
sebanyak 5 eksemplar, dari Mushaf hasil kerja di masa Abu Bakar, oleh
tim yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit, yang beranggotakan : Abdullah
bin Zubair, Sa’id bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Haris. Hasil dari
kerja Tim tersebut, yang 4 eksemplar Mushaf diikirim ke 4 propinsi : 1)
Makkah, 2) Syria, 3) Basrah, 4) Kufah, dan 1 eksemplar disimpan
di rumah Usman sendiri (Madinah).
3). Membentuk Angkatan Laut pertama
kali dalam Islam.
4). Memperluas wilayah kekuasaan yang meliputi
daerah Khurasan (Iran), Armenia, Tunisia (Afrika utara), dan Azerbaijan (Uni
Soviet).
5). Menumpas pemberontakan yang dipimpin oleh Konstantin
(putra mahkota Raja Muqauqis di Mesir), dan oleh Kisra Yazdajird III (mantan
kaisar Persia yang digulingkan tentara Islam di masa Umar bin Khatthab)
Wafat. Setelah memerintah
selama 12 tahun (antara tahun 23 – 35 H / 644 - 656 M), Usman bin Affan wafat
dibunuh oleh pemberontak (bernama Al-Ghafiqi) dari Mesir, atas hasudan Abdullah
bin Saba’ (seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam). Ia wafat ketika
sedang membaca Al-Qur’an dan berpuasa, dalam usia 82 tahun.
D. ALI BIN
ABI THALIB : Cerdas dan Tegas
1. Profil Ali bin Abi
Thalib
Ali
yang
memiliki nama asli Haidar (artinya singa), merupakan
orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Ia dilahirkan dari
pasangan Abu Thalib bin Abdul Muthalib dan Fathimah binti Asad.
Kelahiran
Ali banyak memberi hiburan bagi Nabi Muhammad saw, karena beliau tidak memiliki
anak laki-laki. Beliau bersama istrinya, Khadijah, mengasuh Ali
sejak kecil dan dianggapnya seperti anaknya sendiri. Hal ini sekaligus
untuk membalas jasa Abu
Thalib, yang telah mengasuh beliau sejak kecil hingga dewasa.
Dengan demikian sejak kecil Ali sudah bersama dengan Nabi Muhammad saw.
Pada
usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Rasulullah.
Didikan langsung Nabi
kepada Ali dalam
semua aspek ilmu
Islam menggemblengnya menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas,
berani, dan sabar. Pada waktu peristiwa hijrahnya Nabi, Ali lah yang
disuruh untuk tidur di tempat tidurnya, untuk mengelabui para pemuda kafir
Quraisy yang mengepung dan hendak membunuhnya. Setelah hijrah ke Madinah, Ali
kemudian diambil menantu oleh Nabi, dinikahkan dengan putri kesayangannya,
Fatimah az-Zahrah.
Ali
bin Abi Thalib adalah seorang sahabat yang sangat cerdas dan cerdik. Rasulullah
saw menjulukinya “Babul ilmi”, artinya pintu gerbang ilmu,
didalam sabdanya: “أَنَا
مَدِيْنَةُ الْعِلْمِ وَ عَلِيٌّ بَابُهَا”,
artinya: Saya adalah kota ilmu dan Ali adalah pintu gerbangnya.
Sebagaimana
Khalifah Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib juga terkenal cerdik dan tegas. Proses
pergantian Khalifah dari Usman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib
mengalami hambatan, karena ada kelompok yang setuju dan
yang menentang. Kelompok yang menentangnya melakukan
pemberontakan dalam perang Shiffin (pimpinan Gubernur
Syam, Mu’awiyah bin Abi Sufyan) dan dalam perang Jamal (pimpinan
‘Aisyah binti Abu Bakar yang didukung sahabat besar Zubair bin Awwam
dan Thalhah bin Ubaidillah). Dalam situasi
genting seperti ini,
Ali bin Abi Thalib tampil dengan tegas menindak dan menundukkan
mereka, sehingga semua permasalahan dapat diselesaikannya.
2. Menjadi Khalifah
Keempat dan Kemajuan Yang Dicapainya
Ali
menjadi khalifah keempat atas desakan dan dukungan mayoritas umat Islam dan
para tokoh sahabat. Mula-mula tawaran jabatan khalifah ia tolak, namun kemudian
ia terima dengan berat hati, demi terciptanya stabilitas keamanan & politik
dalam negeri. Mayoritas rakyat dan sahabat besar sama membai’at Ali sebagai
khalifah, kecuali dari kalangan keluarga Bani Umaiyah dan keluarga Usman, serta
sebagian masyarakat, disebabkan karena mereka “merasa takut” akan
terulangnya kembali pemerintahan yang adil, disiplin dan bebas dari KKN seperti
pada masa pemerintahan Umar bin Khatthab.
Kemajuan
pemerintahan semasa dijabat Ali antara lain :
1). Pembangunan politik
Para pejabat yang
diangkat khalifah Usman bin Affan kebanyakan tidak ikhlas mengabdi kepada Islam
dan Negara, tetapi sekedar mengejar ambisi dan kemewahan duniawi. Untuk itu
sayyidina Ali segera menetapkan dua kebijakan sebagai berikut :
a. Menghentikan/memecat para pejabat yang tidak
cakap dan kurang mampu dalam menjalankan tugas-amanah negara, serta tidak
disukai oleh rakyat.
b. Menarik kembali tanah kas Negara yang
dibagi-bagikan kepada pejabat dan keluarga Usman tanpa melalui cara dan
prosesdur yang berlaku.
Sayyidina Ali
sebenarnya sudah diingatkan dan disarankan oleh para pembesar sahabat seperti
Zubair bin Awwam, Thalhah, Mughirah, dll, agar menangguhkan dahulu kedua
kebijakannya tersebut sebelum stabilitas keamanan betul-betul pulih. Sedangkan
tindakan penting yang perlu segera dilakukan adalah mengusut tuntas
orang-orang yang ikut terlibat dalam pembunuhan Usman. Namun saran tersebut
tidak diindahkan oleh sayyidina Ali, sehingga timbul “kekacauan”
didalam negeri, yang ditandai dengan munculnya pemberontakan/perang saudara dan
golongan-golongan dalam masyarakat Islam.
2). Pemberontakan, Perang saudara dan timbulnya
golongan
a. Perang Jamal
(onta)
yang dipimpin oleh ummul mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar
yang berkendaraan onta, dengan didukung oleh Thalhah dan Zubair.
Sayyidina Ali dan tentaranya mampu memadamkannya, dan ‘Aisyah berhasil
diselamatkan dan ditawan, lalu dipulangkan ke Madinah dengan segala
penghormatan, sementara Thalhah dan Zubair mati terbunuh.
b. Perang Shiffin. Pemberontakan ini
dipimpin oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan (mantan Gubernur Syam yang
dipecat Ali).
Penyebab peperangan ini antara lain :
(1) Mu’awiyah menuduh sayyidina Ali
bersekongkol dengan para pembunuh Usman;
(2) Sayyidina Ali
memecat Mu’awiyah dari jabatan Gubernur Syam;
(3) Mu’awiyah tidak setuju sayyidina
Ali menjadi Khalifah pengganti Usman.
Pertempuran hampir saja dimenangkan
oleh tentara sayyidina Ali, maka dengan kelicikannya, Mu’awiyah mengajak
berdamai dengan landasan mushaf Al-Qur’an.
Menanggapi ajakan damai tersebut, maka
timbul dua kelompok didalam kubu sayyidina Ali :
(1) Setuju berdamai,
termasuk didalamnya sayyidina Ali;
(2) Tidak setuju berdamai
dan perlu meneruskan perang, dengan alasan perang hampir saja dimenangkan dan
perdamaian hanya sekedar tipu mulihat Mu’awiyah untuk memperkecil kekalahan.
Akhirnya diputuskan “setuju
berdamai”. Maka diadakanlah “perdamaian” yang lebih dikenal dengan sebutan
“Majlis Tahkim”, yang
dilaksanakan di desa Daumatul Jandal. Sementara kelompok tentara Ali yang tidak setuju
berdamai, lalu memisahkan diri dan keluar dari barisan Ali untuk menjadi
kelompok “oposisi” yang nantinya menjadi musuh pihak sayyidina Ali dan pihak
Mu’awiyah. Kelompok oposisi ini lebih dikenal dengan sebutan “Kaum
Khawarij”.
Dalam perundingan “Majlis Tahkim” ini,
pihak sayyidina Ali diwakili Abu Musa Al-Asy’ari, sedangkan dari
pihak Mu’awiyah diwakili oleh ‘Amr bin Ash. Berkat kelihaian ari ‘Amr
bin Ash ini, maka perundingan Majlis Tahkim berakhir dengan
kegagalan.
c. Timbulnya golongan
umat Islam.
Ada tiga golongan umat Islam yang
timbul pada masa pemerintahan sayyidina Ali, yaitu :
(1) Golongan sayyidina Ali;
(2) Golongan Mu’awiyah;
(3) Golongan Khawarij.
Dengan timbulnya 3 golongan ini, maka
kebenaran prediksi Nabi Muhammad saw tentang akan munculnya golongan-golongan
didalam tubuh umat Islam mulai terwujud, sebagaimana sabdanya:
سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي
عَلَى ثَلاَبٍ وَ سَبْعِيْنَ فِرْقَةً,
النَّاجِيَةُ فِيْهَا وَاحِدٌ
وَالْبَاقُوْنَ هَلْكَى. قَالَ: وَمَنْ النَّاجِيَةُ؟ قَالَ النَّبِيُّ : أَهْلُ السُّنَّةِ وَ
الْجَمَاعَةِ. قَالَ: وَمَنْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَ الْجَمَاعَةِ. قَالَ:
مَا أَنَا عَلَيْهِ وَ أَصْحَابِيْ.
Artinya: “Ummatku akan terpecah
belah menjadi 73 golongan. Yang selamat (masuk surga) hanya satu golongan,
sedangkan sisanya (yakni 72 golongan) akan binasa (masuk neraka)”. Para
sahabat bertanya: “Siapa satu golongan yang selamat itu?”. Jawaban Nabi
: “Ahlussunnah wal Jama’ah”. Sahabat bertanya lagi : “Siapa
Ahlussunnah wal Jama’ah itu?”. Djawab oleh Nabi : ”Yaitu golongan yang
sesuai dengan apa yang aku pegangi dan para sahabat”
Wafat. Umat Islam sudah
terlanjur terpecah belah menjadi 3 golongan, dan kaum Khawarij secara
sepihak berangan-angan ingin mempersatukan umat Islam. Mereka berkeyakinan
bahwa yang menjadi “dalang” perpecahan umat Islam adaalh 3 orang, yaitu : (1)
sayyidina Ali, (2) Mu’awiyah, (3) ‘Amr bin ‘Ash, maka ketiga orang tersebut
harus dibunuh. Kemudian mereka mengirim 3 orang “algojo” untuk membunuh ketiga
orang tersebut secara serempak pada waktu dan tanggal yang sama, yaitu waktu
subuh tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H/660 M. Ke-3 orang “algojo” tersebut
bernama :
1) Abdurrahman bin Muljam, dikirim
ke Kufah, bertugas membunuh sayyidina Ali, yang berhasil dibunuhnya pada saat
beliau sedang memanggil (adzan) orang-orang shalat Subuh. Setelah beliau
memerintah selama 4 tahun (antara tahun 35 – 40 H / 656 - 660 M)
2) Barak bin Abdullah, dikirim ke
Syam, bertugas membunuh Mu’awiyah. Mu’awiyah berhasil
ditikam ketika ia sedang mengimami Subuh, namun tidak sampai mati, karena
tikaman pedang mengenai pinggulnya.
3) Amin bin Bakir, dikirim ke
Mesir, bertugas membunuh ’Amr bin ‘Ash. Pada saat itu, ‘Amr bin ‘Ash tidak berangkat
ke masjid mengimami shalat Subuh karena sedang sakit perut, sedangkan yang
menjadi pengganti imam adalah Kharijah, sehingga Kharija-lah yang
menjadi korban pembunuhan, sedanmgkan ‘Amr bin ‘Ash selamat dan masih hidup.
Dengan
wafatnya sayyidina Ali, maka berakhirlah era pemerintahan Khulafau
ar-Rasyidun yang demokratis, kemudian diganti dengan era
pemerintahan Dinasti Bani Umaiyah yang bersifat monarkhi
(kerajaan), karena sistim pemilihan khalifah tidak berdasarkan “musyawarah”,
tetapi didasarkan pada penetapan putra mahkota dari kalangan
saudara dan anak keturunannya.